Jakarta, iNewsAlor.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terkait gugatan hasil Pilkada Kabupaten Belu 2024 pada Selasa (14/1/2025). Gugatan ini diajukan oleh pasangan calon nomor urut 2, Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere, yang meminta pembatalan hasil pemilihan dengan dalih calon wakil bupati terpilih, Vicente Hornai Gonsalves, tidak memenuhi syarat pencalonan.
Kuasa hukum pemohon, Bernard Sakarias Anin, menyebutkan bahwa Vicente Hornai diduga pernah menjadi terpidana kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor 186/PID/B/2003/PN.ATB tanggal 17 Januari 2004. Vicente juga dinilai tidak jujur terkait statusnya sebagai mantan narapidana kepada publik maupun KPU.
"Tidak menyampaikan status mantan narapidana dan kejahatan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran mutlak terhadap syarat pencalonan kepala daerah," ujar Bernard di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih.
Dasar Hukum Gugatan
Pemohon mendalilkan bahwa Vicente Hornai melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal tersebut mengatur bahwa calon kepala daerah yang pernah menjadi terpidana wajib mengumumkan statusnya secara terbuka kepada publik, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak yang sama sekali tidak diperbolehkan mencalonkan diri.
Tuntutan Pemohon
Dalam petitumnya, Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere meminta MK untuk:
1. Membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Belu Nomor 384 Tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon Willybrodus Lay-Vicente Hornai.
2. Membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Belu Nomor 746 Tahun 2024 tentang hasil Pilkada Belu 2024 yang memenangkan pasangan nomor urut 1.
3. Menetapkan pasangan nomor urut 2 sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Belu 2024.
4. Sebagai alternatif, memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS tanpa mengikutsertakan pasangan nomor urut 1.
Kuasa hukum pemohon lainnya, Jermias L. M. Haekase, menambahkan bahwa pelanggaran ini mencoreng integritas proses demokrasi di Kabupaten Belu. "Ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi juga soal keadilan dan kepatuhan terhadap hukum," tegas Jeremias.
Editor : Danny Manu