get app
inews
Aa Text
Read Next : Misi Bebas Rabies di NTT Didanai Lembaga Luar Negeri: Vaksinasi Massal Capai 60 Ribu HPR

"Antara Nyawa dan Vaksin: Kisah Tragis Rabies di TTS dan Perjuangan Petugas Vaksinasi”

Rabu, 30 April 2025 | 18:53 WIB
header img
drh. Luciana Mathilda Wio, Medik Veteriner Muda, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten TTS (Foto : iNews.id).

Kupang, iNewsAlor.id – Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kembali mencatat korban jiwa akibat rabies. Seorang warga Desa Hoi, Kecamatan Kuatnana, meninggal dunia pada 13 April 2025 setelah digigit anjing liar hampir dua tahun sebelumnya. Kasus ini memperlihatkan tantangan besar dalam upaya pengendalian rabies di TTS, mulai dari keterbatasan anggaran, minimnya petugas, hingga banyaknya anjing liar dan peliharaan yang tidak dikendalikan.

Korban bernama Esau Missa (50 tahun), tercatat sebagai warga RT 001/RW 001 Dusun I Desa Hoi, namun berdomisili di Desa Tetaf. Pada Mei 2023, saat sedang bekerja di kebun, seekor anjing liar masuk ke rumah kebun miliknya dan langsung menggigit dada kirinya ketika ia hendak masuk ke dalam rumah.

“Luka bekas gigitan sempat dicuci, tapi korban tidak ke puskesmas untuk mendapat VAR (Vaksin Anti Rabies),” ujar drh. Luciana Mathilda Wio, Medik Veteriner Muda dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten TTS, pada penutup kampanye vaksinasi massal rabies di Kupang, Rabu (30/04/2025). 

Gejala rabies mulai muncul hampir dua tahun kemudian. Pada 7 April 2025, korban mengalami demam dan luka di kaki bagian kanan. Tiga hari kemudian, gejala khas rabies seperti takut air, muntah-muntah, serta sesak napas mulai muncul. Korban sempat berobat ke Puskesmas Niki-Niki pada 11 April. Namun kondisinya terus memburuk dan pada 13 April pukul 04.00 WITA, ia dinyatakan meninggal dunia.

Kekurangan Dana dan Petugas Lapangan

Menurut drh. Matilda, kasus rabies di TTS sulit dikendalikan karena sejumlah faktor struktural. Salah satu masalah utama adalah minimnya anggaran operasional. Meskipun vaksin rabies tersedia, keterbatasan biaya membuat vaksinasi massal tidak bisa menjangkau semua wilayah.

“Kalau vaksinnya ada, tapi biaya operasional untuk menjangkau semua wilayah itu yang tidak ada,” ungkapnya.

 

Sejak 2023 hingga awal 2025, TTS menerima sekitar 70.000 dosis vaksin rabies, termasuk 10.000 dosis dari Worldwide Veterinary Service (WVS) yang digunakan pada kampanye vaksinasi Januari–Februari 2025. Namun dari jumlah total itu, hanya sekitar 55.000 dosis yang berhasil digunakan, dan 15.000 dosis masih tersimpan karena keterbatasan logistik dan operasional.

Kampanye terakhir melibatkan delapan tim yang turun ke lapangan, tetapi hanya mampu menjangkau sebagian dari 32 kecamatan di wilayah TTS yang luas dan tersebar.

Anjing Liar dan Peliharaan Tak Terkendali

Masalah lainnya adalah rendahnya keterikatan antara pemilik dan hewan peliharaan. Banyak anjing peliharaan dilepasliarkan dan tidak dapat dikendalikan saat petugas datang melakukan vaksinasi.

 

“Sebagian besar anjing tidak dekat dengan pemiliknya. Ketika kami turun ke lapangan, pemilik pun tidak bisa bantu kendalikan anjingnya,” tutur Matilda.

 

Kondisi ini diperburuk dengan jumlah petugas yang sangat terbatas. Saat ini, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan TTS hanya memiliki 48 petugas lapangan, termasuk dokter hewan kontrak, tenaga harian kementerian, dan petugas dari provinsi. Sayangnya, sebagian besar tenaga tersebut telah diberhentikan karena masuk ke dalam sistem PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tahun ini.

Korban Terus Bertambah

Data menunjukkan bahwa 18 orang meninggal akibat rabies di TTS sepanjang 2023 hingga 2024. Sementara pada tahun 2025 ini, hingga April, sudah terdapat dua kasus kematian.

“Target kita adalah mencakup minimal 70 persen populasi HPR (Hewan Penular Rabies), tapi untuk mencapai itu dibutuhkan dukungan nyata, baik anggaran maupun keterlibatan masyarakat,” tegas Matilda.

Ia berharap pemerintah provinsi dan pusat memberikan perhatian lebih besar, mengingat TTS merupakan wilayah pertama yang melaporkan kasus rabies di NTT sejak Mei 2023. Dengan geografis yang luas dan populasi HPR yang tinggi, tanpa dukungan tambahan, pengendalian rabies dikhawatirkan akan semakin sulit dan korban jiwa terus bertambah, tutup Matilda. 

 

Editor : Danny Manu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut