Akademisi Unwira Kritik Lambannya Penanganan Pengunduran Diri Calon Dirut Bank NTT

Kupang, iNewsAlor.id – Proses seleksi calon direksi Bank NTT kembali mendapat sorotan. Pengunduran diri calon Direktur Utama (Dirut), Yohanes Umbu Praing, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 13 Mei 2025, dinilai ditangani secara lambat dan tidak transparan.
Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Wily Mustari, SE. M.Acc, menyebut lambannya penanganan ini menunjukkan lemahnya kinerja Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT yang bertanggung jawab dalam proses seleksi direksi dan dewan komisaris Bank NTT.
“Sudah hampir sebulan sejak RUPS digelar, tapi belum ada progres signifikan. Ini mencerminkan lemahnya koordinasi internal, bahkan berpotensi konflik kepentingan,” kata Wily, Senin (9/6/2025).
Dikutip dari pernyataan Kepala OJK Regional 8 Bali-Nusra, Japarmen Manulu, dalam laporan Pos Kupang edisi 5 Juni 2025, OJK sejauh ini baru menerima risalah RUPS dan surat pengunduran diri calon Dirut. Dokumen kelengkapan lain yang diperlukan belum diserahkan, sehingga proses seleksi belum dapat dilanjutkan.
Komposisi KRN dan Prosedur Janggal Disorot
Wily juga menyoroti komposisi KRN yang dinilai tidak independen. Frans Gana Salah satu Komisaris Independen disebut juga mencalonkan diri kembali, namun tetap aktif dalam proses seleksi.
“Seharusnya dibentuk komite ad hoc yang benar-benar independen. Ini menyangkut prinsip tata kelola dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam POJK No. 17 Tahun 2023,” ujarnya.
Selain itu, Wily mempertanyakan kejelasan status Yohanes Umbu Praing. Meski mengundurkan diri dari posisi calon Dirut, namanya masih tercantum sebagai calon Direktur Operasional dan SDM. Dalam perspektif tata kelola dan regulasi, yang bersangkutan perlu kejelasan komitmen dan kesiapan dalam proses seleksi dan fit and proper di posisi yang diusulkan, dan perlu dipertimbangkan keselarasan dengan kebutuhan organisasi.
Dalam konteks ini, PSP memiliki ruang kebijakan penuh untuk mempertimbangkan Yohanis Umbi Praing dalam posisi Direktur Operasional dan SDM (bukan hal mutlak). Di samping itu, KRN perlu menyampaikan justifikasi profesional atas pencalonan ini, baik kompetensi teknis, pengalaman manajerial, maupun kesinambungan organisasi.
Demikian pula, dewan komisaris perlu menyampaikan pertimbangan profesional dan independen terhadap usulan ini. Dewan komisaris, harus mampu menilai bahwa pengusulan pak Yohanis dalam posisi Direktur Operasional dan SDM apakah masih relevan, sah secara regulasi, dan penting bagi kesinambungan organisasi? Sebaliknya, jika dinilai berisiko secata tata kelola, dewan komisaris dapat menyatakan keberatan atau rekomendasi penundaan.
Dewan komisaris berperan sebagai penjaga integritas proses seleksi, pemberi nasehat strategis, dan pengawas terhadap keputusan nominasi calon direksi.
“Kenapa tidak disampaikan saat RUPS? Kenapa setelah risalah diserahkan ke OJK? Ini janggal dan bisa menunda proses fit and proper test,” tegasnya.
Rangkap Jabatan Dinilai Hambat Proses
Wily juga menyoroti beban jabatan Frans Ganna, Komisaris Independen yang merangkap sebagai Ketua KRN dan Ketua Komite Audit. Hal ini dinilai mengganggu fokus dan efektivitas pengambilan keputusan.
“Rangkap jabatan seperti ini membuka ruang multitafsir. Padahal waktu maksimal dari OJK untuk menyelesaikan fit and proper test hanya 30 hari kerja,” ujarnya.
Menurutnya, semakin lama proses ini tertunda, semakin tidak pasti arah strategis Bank NTT ke depan.
“Jangan sampai posisi Plt dibiarkan berlarut-larut. Bank NTT butuh pimpinan definitif untuk menetapkan target dan arah kebijakan yang jelas,” pungkasnya.
Diakui Wily Saat ini, publik dan pemegang saham masih menanti langkah konkret dari internal Bank NTT untuk menyelesaikan proses seleksi yang dinilai krusial bagi keberlanjutan tata kelola perusahaan.
Editor : Danny Manu