get app
inews
Aa Text
Read Next : IJTI Serukan Perlindungan Jurnalis, Perkuat Kemerdekaan Pers, dan Wujudkan Kedaulatan Informasi

Fenomena Penyalahgunaan Media Sosial Hingga Jual Diri: Aktivis Perempuan NTT Ungkap Penyebabnya

Kamis, 29 Mei 2025 | 09:24 WIB
header img
Koordinator Rumah Perempuan Kupang - Libby Sinlaeloe ( Foto: iNewsAlor.id)

Kupang, iNewsAlor.id – Penyalahgunaan aplikasi digital (Media Sosial) di kalangan anak-anak dan remaja di Nusa Tenggara Timur (NTT) makin mengkhawatirkan. Di beberapa Kabupaten, bahkan ditemukan pelajar sekolah dasar yang sudah terjerumus dalam aktivitas menyimpang melalui aplikasi percakapan daring MiChat juga Line.

Di Labuan Bajo, Manggarai Barat, fenomena ini mulai menyeruak setelah UPTD Kesejahteraan Sosial Tuna Netra dan Karya Wanita Kupang, Dinas Sosial Provinsi NTT, menemukan anak SMA, SMP hingga usia Sekolah Dasar diduga terjerumus aktivitas prostitusi yang ditemui pada salah satu hotel. 

Sementara itu, di Kota Kupang, Dugaan kasus Jual Diri Melalui Aplikasi Hijau, melibatkan pelajar SMK dan seorang mahasiswa terjaring dalam operasi penyakit masyarakat (pekat) oleh aparat Polda NTT dalam bulan Mei 2025 ini. 

Menanggapi Fenomena ini, Aktivis Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe, menyebut kondisi ini sebagai fenomena gunung es yang mencerminkan sisi kelam dari kemudahan akses digital di kalangan anak muda.

“Kami sudah mendampingi kasus seperti ini sejak beberapa tahun lalu. Anak-anak menggunakan aplikasi obrolan bukan untuk komunikasi sehat, tapi justru untuk hal-hal negatif yang akhirnya mengarah pada pertemuan fisik dan transaksi jual diri,” ungkap Libby, Rabu (28/5/2025).

Menurutnya, kasus-kasus ini tidak hanya terjadi di kalangan mahasiswa atau pelajar SMA, tetapi juga menyentuh anak-anak SMP bahkan SD. Polanya berawal dari percakapan daring yang berlanjut pada janji temu dan akhirnya berujung pada kekerasan seksual serta eksploitasi anak.

“Beberapa korban tinggal di kos-kosan tanpa pengawasan orang tua. Mereka mengaku ingin bekerja atau sekolah, tapi justru terseret dalam praktik berisiko,” jelasnya.

 

Faktor Ekonomi dan Gaya Hidup Jadi Pemicu

Libby mengungkapkan bahwa ada berbagai faktor yang mendorong anak-anak terlibat dalam praktik ini. Tekanan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga gaya hidup konsumtif menjadi penyebab utama.

“Ada yang bilang sudah terlanjur pacaran dan berhubungan, jadi ‘nanggung’. Ada juga yang ingin tampil gaya: punya handphone bagus, pakaian bagus. Ujung-ujungnya cari uang instan dengan cara yang salah,” paparnya.

Bahkan, dalam beberapa kasus, anak-anak yang bermasalah di rumah justru tinggal bersama teman sebaya, yang kemudian memperkenalkan mereka pada praktik-praktik eksploitasi.

 

Peran Tokoh Perempuan dan PKK

Untuk mencegah meluasnya fenomena ini, Libby menekankan pentingnya keterlibatan lintas sektor, terutama peran aktif tokoh perempuan yang ada dalam struktur pemerintahan maupun organisasi masyarakat.

Ia menyoroti peran Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Ny. Asti Laka Lena, sebagai contoh figur yang menunjukkan kepedulian nyata terhadap isu perempuan dan anak.

“Kami pernah bersama Ibu Asti Laka Lena turun langsung menangani kasus pembuangan bayi dan kekerasan seksual. Beliau tidak hanya hadir, tapi juga melakukan advokasi hingga ke tingkat nasional,” kata Libby. 

Ia menilai, PKK sebagai organisasi dengan jaringan mulai Provinsi, Kabupaten-Kota, Kecamatan hingga ke tingkat Desa sangat strategis dalam melakukan kampanye pencegahan melalui program-program Pokja yang fokus pada pemberdayaan dan perlindungan anak serta perempuan.

 

Ajakan Bijak Gunakan Media Sosial

Koordinator Rumah Perempuan Kupang ini mengajak seluruh pelajar, orang tua, dan masyarakat untuk lebih bijak menggunakan teknologi. Menurutnya, aplikasi digital, ataupun media sosial memiliki manfaat besar jika digunakan dengan benar, namun juga bisa menjadi pintu masuk ke berbagai persoalan negatif serius jika disalahgunakan.

“Gunakan teknologi atau medsos untuk belajar dan hal-hal positif. Jangan sampai anak-anak kita terjebak dalam jerat eksploitasi karena kurang pengawasan dan edukasi,” pungkasnya.

Ia juga berharap pendekatan penanganan dan pencegahan terus diperkuat dengan melibatkan tokoh pendidikan, agama, serta organisasi perempuan demi masa depan anak-anak NTT yang lebih aman dan sehat.

Editor : Danny Manu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut