Manggarai Timur, iNewsAlor. id - Bagi masyarakat Manggarai Raya, likang bukan hanya sekedar batu tungku api, tetapi lebih dari itu, likang adalah penopang hidup. Di dunia perapian, likang biasanya berjumlah tiga (telu), berdiri sejajar, menopang masakan keluarga.
Likang telu kemudian menginspirasi cara pandang Agas Andreas, melihat fenomena perputaran ekonomi petani di Manggarai Timur, NTT sebagai wilayah agraris, Manggarai Timur kaya akan hasil pertanian. Namun, bak sebuah likang, sektor pertanian tidak bisa berdiri sendirian.
Sektor produksi pertanian dianalogikan sebagai likang pertama. Di sisi produksi, para petani cendrung berhadapan dengan tingginya biaya produksi yang mencakup biaya pupuk, bibit, harian orang kerja, sewa alat bajak, dan sebagainya. Soalnya, tidak semua petani memiliki modal produksi. Dalam praktiknya, cela ini dimanfaatkan rentenir untuk memperoleh keuntungan.
Hasil pertanian menjadi bernilai rendah, yang juga berdampak pada agenda perbaikan perekonomian pertanian menjadi lebih sulit. Keringat petani menjadi tak sebanding dengan hasil produksinya. Alhasil, tidak sedikit lahan pertanian ditinggalkan, masyarakat petani mengalami pemiskinan sistemik oleh rantai pasar yang kejam.
Maka dari itu, produksi pertanian membutuhkan penyangga lainnya, yakni sektor keuangan.
Bagi Andreas Agas, koperasi merupakan likang (tungku) kedua, yang menyangga sektor produksi pertanian. Sektor keuangan mnjadi penyangga penting, agar petani mampu keluar dari jerat rentenir. Koperasi Abdi Manggarai Timur, merupakan representasi Komitmen Andreas Agas dalam mendesain likang kedua ini.
Hanya perlu diakui, wajah koperasi dengan sistem konvensional belum mampu menjawabi kebutuhan petani. Siklus panen tahunan, ataupun triwulan, tidak relevan dengan sistem koperasi bulanan, apalagi mingguan. Maka dari itu, Andreas berniat menginisiasi Koperasi Pertanian, yang sederhananya melakukan transaksi berdasarkan durasi waktu panen dari jenis pertanian yang digeluti. Juga bila perlu, koperasi ini menginisiasi pembayaran iuran menggunakan hasil bumi.
Namun Andreas sadar, kehadiran kedua likang diatas saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Pada hilir bisnis pertanian, kita mungkin akan mngelus dada ketika mengetahui kejamnya rantai perdagangan antarpulau. Bayangkan, riset Faperta UGM 2019, petani hanya dapat Farmer Share sebesar 53,89% dari total harga produk di hilir. Artinya, jika harga kopi 60 ribu, harga jual di rantai akhir bisa mencpai 120 ribu. Fenomena ini terkonfirmasi jika dibandingkan harga kopi kemasan per 200 gram, atau harga kopi starbuck per gelasnya.
Petani kita sangat tidak diuntungkan dengan kondisi ini. Tetapi apa daya, kita tidak punya akses lebih utk mengelolah hilir pertanian. Sektor hilir membutuhkan keahlian pengelolaan, penggunaan teknologi tepat guna, serta teknis-teknis bisnis yang terintrgrasi. Dari data yang sama, hanya 18,7% petani yang masuk ke industri pasca panen. Geliatnya sudah ada, seperti industri Kopi di Colol, misalnya.
Maka dari itu, persoalan ini membutuhkan peran likang ketiga, yakni hilirisasi/industri pengelolaan pasca panen secara masif.
Sejauh ini, upaya di likang ketiga dimulai dengan membangun ruas jalan yang membelah wilayah tengah Manggarai Timur. Sempat tertatih-tatih ditengah pandemi covid yang merefocussing 60% APBD, Andreas Agas menginisiasi dana pinjaman daerah. Langkah ini merupakan bentuk komitmen pembangunan. “Seperti seorang ibu yang sedang sakit, sang ayah harus meminjam uang utk tetap menjaankan roda ekonomi rumah tangga.”
Tetapi, namanya terbatas, maka pembangunan harus diprioritaskan. 6 ruas jalan yang dibangun adalah ruas jalan prioritas untuk sedikitnya membuka koneksi, tidak untuk mnyelesaikan semuanya. Yakin dan pasti, pembangunn koneksi lainnya akan menjadi prioritas baru, kelak, ketika rakyat kembali memberi mandat.
Selain disupport akses jalan, likang ketiga memiliki sektor kunci, yakni industri. Pekerjaan di sektor industri baru dimulai dengan mendorong branding hilirisasi kopi colol, dan juga tentunya, pembangunan Sentra Pisang. Jika dilihat, Sentra Pisang merupakan wajah awal komitmen hilirisasi yang dibangun. Dalam kerangka besarnya, semua sektor produksi harus dibuatkan hilirnya di Manggarai Timur, sehingga menambah nilai barang hasil bumi, berikut meningkatkan pendapatan petani.
Mengapa hilirisasi pertanian menjadi penting? Sederhananya, kita melihat maraknya produk kopi luar yang masuk Manggarai Timur. Kita bukannya defisit kopi, tetapi belum memanage produk hasil bumi secara optimal. Hasilnya, kita menjual kopi terbaik kita, kemudian membeli kopi dari luar.
Kedepannya, Manggarai Timur akan mengkonsolidasikan badan usaha, baik BUMDes maupun BUMD untuk merancang etalase produk hasil bumi Manggarai Timur.
Mengapa tidak, kita membangun Caffe Manggarai Timur di Jogja, ataupun BUMDes membuat pusat oleh-oleh di Bali dan Labuan Bajo.
Likang telu membutuhkan kerja kolektif, kerja masif, dan kerja cerdas. Likang Telu harus menjadi penyangga, menjadi sistem padu untuk menghimpun usaha pertanian Manggarai Timur. Sehingga, mimpi pembangunan ekonomi Manggarai Timur bertajuk "Likang Telu, Ekonomi Rakyat" dapat terwujud.
Editor : Danny Manu