Ketua PGRI NTT: Kepala SMKN 2 Angkat Guru Honorer, Selamatkan Proses Belajar Mengajar

Kupang, iNewsAlor.id - Polemik yang terjadi di SMKN 2 Kota Kupang, terkait Pengangkatan Guru Honorer dan Pengelolaan dana Komite di Sekolah tersebut, menjadi perhatian serius banyak pihak.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Samuel Haning, SH., MH., C.Me, menyoroti dugaan pelanggaran prosedur dalam pengangkatan Komite Sekolah SMKN 2 Kupang.
Dalam dalam keterangannya di Kampus UPG 1945, Jumat (14/02), ia menegaskan bahwa pengangkatan komite tersebut tidak sah secara hukum dan administrasi.
Menurut Dr. Haning, Surat Keputusan (SK) Komite Sekolah yang baru dikeluarkan pada 28 Agustus 2024 menjadi persoalan, karena diterbitkan setelah mantan Kepala Sekolah pensiun pada 20 Agustus 2024. "Ini sangat tidak jelas dan cacat hukum serta cacat administrasi," tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Haning meminta Ketua Komite yang baru diangkat untuk bersikap jujur dan mengembalikan gaji yang telah diterima. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana sekolah, khususnya terkait pencairan anggaran sebesar Rp 1,7 miliar.
"Anggaran tersebut harus dipertanggungjawabkan dengan jelas, siapa yang mencairkan, Komite atau Kepala Sekolah," tambahnya.
PGRI NTT Siap Bela Guru
PGRI NTT juga menegaskan komitmennya untuk melindungi para guru dari segala bentuk gangguan dalam menjalankan tugasnya.
"Siapa pun yang mengganggu guru, PGRI NTT dan PGRI Kota Kupang siap berdiri di barisan terdepan untuk menjaga profesi ini," ujar Dr. Haning.
Terkait pergantian Plt. Kepala Sekolah, ia menegaskan bahwa meskipun regulasi memungkinkan, pencopotan Plt. Kepala Sekolah tidak boleh dilakukan secara sembarangan, harus melalui prosedur.
Sebab diakui Ketua PGRI NTT, apa yang dilakukan Plt. Kepala SMKN 2 Kupang, Muhammad Tey, bukan dilakukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Beliau telah mengambil langkah strategis dengan mengangkat guru honorer untuk mengatasi kekosongan tenaga pengajar akibat banyaknya guru yang pensiun. Langkah ini dinilai sebagai upaya penyelamatan agar proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik.
Dr. Haning menegaskan bahwa perekrutan guru honorer dilakukan dengan mempertimbangkan bidang ilmu, kompetensi, dan kualifikasi yang dibutuhkan. Para guru honorer juga telah membuat pernyataan kesediaan untuk diberhentikan dengan hormat jika ada pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari Provinsi.
Ia juga menegaskan bahwa PGRI NTT akan terus mengawal penyelesaian kasus ini hingga tuntas demi terwujudnya lingkungan pendidikan yang sehat dan kondusif.
Editor : Danny Manu