YPP PGRI NTT Temukan Banyak Kejanggalan, Segera Benahi SMA-SMP PGRI Kupang

Kupang, iNewsAlor.id - Yayasan Pembina Pendidikan (YPP) PGRI Nusa Tenggara Timur (NTT) di bawah kepemimpinan Aplunia Dethan bergerak cepat melakukan pembenahan setelah menerima Surat Keputusan (SK) kepengurusan baru pada 14 Maret 2025. Dalam waktu dua minggu, YPP langsung mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan aset dan meningkatkan mutu pendidikan di SMA dan SMP PGRI Kupang.
Kunjungan awal dilakukan pada 24 Maret, dilanjutkan rapat perdana bersama kepala sekolah dan guru pada 25 Maret. Dalam rapat tersebut, YPP menemukan banyak kejanggalan dalam tata kelola sekolah, termasuk belum adanya SK bagi tenaga pendidik, sistem penggajian yang tidak layak, serta pengelolaan dana sekolah yang tidak transparan.
Gaji Guru Tak Layak dan Dibayar Tidak Menentu
Menurut Ketua YPP PGRI NTT, Aplunia Dethan, para guru menerima gaji yang sangat rendah dan tidak menentu—hanya berkisar Rp. 150.000 hingga Rp. 300.000 per bulan, itu pun dibayarkan setiap tiga hingga empat bulan sekali. “Kami heran, sementara di luar orang ramai-ramai menuntut kenaikan gaji guru, di sini mereka malah dibayar sangat rendah dan tidak jelas,” tegasnya.
Akses Fasilitas Dibatasi, Guru Harus Berjuang Sendiri
Aplunia juga mengungkapkan bahwa guru-guru tidak diperkenankan menggunakan fasilitas komputer sekolah, sementara kebutuhan dasar siswa dan bahan ajar pun sangat dibatasi. “Guru-guru harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan belajar siswa, karena semua dikendalikan ketat oleh kepala sekolah,” ujarnya.
Administrasi sekolah disebut dikuasai penuh oleh kepala sekolah, termasuk surat-menyurat dan pengelolaan anggaran. Pegawai administrasi tidak diberi kewenangan, hanya menerima instruksi tanpa inisiatif. “Ini menjadi pelajaran bagi kami bahwa pembinaan sangat penting agar ke depan sekolah ini profesional dan terbuka,” tambah Antonia.
Aset Diamankan, Pembinaan Dimulai
YPP PGRI NTT telah mengambil alih pengelolaan aset SMA dan SMP PGRI, termasuk ruang ketua yayasan sebelumnya. Saat ini, proses pembinaan administrasi dan penataan tenaga pengajar sedang berlangsung. Guru-guru juga diminta membuat lamaran baru agar diterbitkan SK pengangkatan dan dapat terdata resmi di Dapodik.
Untuk tahun ajaran ini, SMA PGRI memiliki 28 siswa aktif: 8 siswa di kelas X, 10 siswa di kelas XI, dan 10 siswa di kelas XII. Meski sarana terbatas, proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik.
Dana BOS Tak Transparan, ATK Dibatasi
Dalam evaluasi penggunaan dana BOS di SMP PGRI yang saat ini nyaris tidak aktif, ditemukan bahwa guru hanya menandatangani dokumen pencairan, namun tidak terlibat dalam pengelolaan. ATK, tinta printer, hingga kertas sangat dibatasi penggunaannya. Namun, setelah membongkar ruang penyimpanan, ditemukan banyak tumpukan kertas tak terpakai yang kini akan digunakan kembali untuk pembelajaran.
Apresiasi Ketua PGRI NTT: “Perempuan Hebat, Pemimpin Tangguh”
Ketua PGRI NTT, Dr. Samuel Haning, mengapresiasi kerja cepat Antonia Dethan. “Baru dua minggu terima SK, beliau langsung bergerak. Ini perempuan hebat, pemimpin tangguh. Habis gelap, terbitlah terang—ini orangnya,” ucapnya.
Ia juga menyesalkan kondisi para guru yang digaji sangat rendah dan tidak teratur. “Bayangkan, dari sekolah yang kondisinya seperti ini, justru pernah lahir tokoh seperti Viktor Laiskodat. Artinya sekolah ini punya potensi besar,” ujar Haning.
Sebagai pembina, Haning menegaskan komitmennya mendukung proses pembenahan. “Kalau bisa dibina, kita bina. Kalau tidak bisa dibina... ya tetap kita 'bina' dengan cara yang lain. Tapi saya percaya, tim Ibu Aplunia ini bisa,” tutupnya.
Editor : Danny Manu