get app
inews
Aa Text
Read Next : UI Buka Peluang Beasiswa Jalur Mandiri bagi Siswa Manggarai Timur, NTT

Menata Komunikasi Internal DPRD: Pelajaran Dari Manggarai Timur

Senin, 19 Mei 2025 | 22:20 WIB
header img
Wilhelmus Mustari Adam, SE., M. Acc - Dosen FEB Unwira Kupang, Program Doktor (Cand.) Ilmu Akuntansi Sektor Publik, Universitas Brawijaya Malang (Foto: Ist)

Opini : Wilhelmus Mustari Adam, SE., M. Acc - Cand Doktor

Kupang, iNewsAlor.id - Peristiwa yang terjadi pada Selasa, 29 April 2025 di DPRD Kabupaten Manggarai Timur, NTT, menyoroti masalah mendasar yang kerap terjadi dalam tata kelola lembaga perwakilan di daerah. Polemik yang terjadi antara Ketua DPRD dan Sekretaris DPRD (Sekwan) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang membahas evaluasi kesekretariatan dan fasilitas dukungan kegiatan DPRD, sesungguhnya merupakan cermin dari tidak optimalnya mekanisme komunikasi internal dalam lembaga tersebut. 

RDP merupakan salah satu model pengawasan yang dilakukan oleh DPRD maupun melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD) terhadap mitranya (eksekutif). Namun, penggunaanya untuk mengevaluasi Sekretariat DPRD (Sekwan) yang merupakan “dapur” dari DPRD itu sendiri menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan ketepatan mekanismenya. Tulisan ini dilatari informasi dan pemberitaan sebuah media online (DIANTIMUR.COM), pada Rabu, 30 April 2025 serta vidio klarifikasi ketua DPRD secara pribadi yang telah beredar di media sosial.

Akar Permasalahan: Pola Komunikasi Tidak Efektif

Pola relasi antara lembaga legislatif daerah (DPRD) dan pemerintah daerah (eksekutif) kerap diwarnai perbedaan yang menyebabkan adanya konflik kedua lembaga. Misalnya, konflik antara bupati dan DPRD TTU, Gubernur dan DPRD DKI Jakarta, Gubernur dan DPRD Provinsi Lampung,dan masih banyak lagi.

Tekini, polemik antara ketua DPRD dan Sekwan Manggarai Timur. DPRD sebagai principal dan pemerintah sebagai agent kerap menghadapi ketidakseimbangan informasi (asymetric information) yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan (agency problem).

Akar permasalahan dari polemik di Manggarai Timur, menurut saya, terletak pada pola komunikasi dan koordinasi yang tidak efektif antara pimpinan DPRD dengan Sekretariat DPRD. Sekwan sebagai "dapur" lembaga DPRD seharusnya memiliki jalur komunikasi yang lebih langsung dan terstruktur dengan pimpinan DPRD, tanpa harus melalui forum RDP formal yang melibatkan pihak eksekutif, yang dihadiri oleh Sekda Manggarai Timur dan Sekwan sebagai kepala OPD.

Ketidakpuasan Ketua DPRD terhadap penjelasan Sekwan mengenai keterbatasan keuangan daerah mengindikasikan adanya kesenjangan ekspektasi yang sebenarnya bisa diatasi melalui dialog internal yang intensif sebelum dibawa ke forum yang lebih luas.

Alih-alih menyelesaikan masalah, pemilihan RDP sebagai wadah justru berpotensi memperkeruh situasi dan menciptakan kesan adanya konflik kelembagaan yang lebih serius, meskipun Sekda, sebagai perwakilan pemerintah telah memberikan penjelasan akan hal yang terkait dengan agenda RDP.

Dampak dari pola komunikasi yang tidak berjalan dengan baik ini sangat nyata. Pertama, efisiensi kerja terganggu karena masalah yang seharusnya bisa diselesaikan melalui rapat internal harus dibawa ke forum RDP yang membutuhkan persiapan dan sumber daya lebih besar. Kedua, citra lembaga DPRD berpotensi terganggu karena polemik internal dibawa ke ranah yang lebih terbuka. Ketiga, hubungan antara DPRD dan eksekutif bisa menjadi tegang karena persoalan internal DPRD ikut melibatkan pihak eksekutif.

Lebih jauh, ketidakmampuan menyelesaikan masalah komunikasi ini dapat menurunkan efektivitas DPRD dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif dan pengawas kebijakan daerah. Energi dan perhatian yang seharusnya difokuskan pada isu-isu strategis pembangunan daerah Manggarai Timur justru terkuras untuk mengatasi persoalan internal yang sesungguhnya bersifat teknis administratif apalagi hal tersebut berkaitan dengan kepentingan diri anggota dewan.

Kejelasan Posisi Sekwan yang Dilematis

Posisi Sekwan memang berada dalam situasi yang dilematis. Sekwan bertanggung jawab kepada dua pimpinan. Secara struktural, Sekwan merupakan bagian dari pemerintah daerah, bertanggung jawab kepada Bupati. Namun, di pihak lain bertanggung jawab kepada Ketua DPRD atau pimpinan DPRD yang secara fungsional melayani kebutuhan DPRD. Dualisme ini kerap menciptakan ketegangan terutama ketika terjadi keterbatasan anggaran. Di satu sisi, Sekwan harus patuh pada kebijakan anggaran pemerintah daerah, di sisi lain harus responsif terhadap kebutuhan operasional DPRD.

Oleh karena itu, diperlukan kejelasan mekanisme komunikasi dan koordinasi antara Sekwan dengan pimpinan DPRD. Perlu dibangun pemahaman bersama bahwa keterbatasan anggaran daerah adalah realitas yang harus dihadapi dengan pendekatan prioritas dan efisiensi, bukan dengan mempertentangkan kepentingan lembaga. Anggota DPRD harus memiliki informasi dan pemahaman utuh terkait seluk-beluk anggaran daerah dan informasi kondisi kemampuan keuangan daerah setiap periodik. 

Reformasi Mekanisme Komunikasi Internal

Kasus ini sekilas dapat dilihat sebagai sesuatu hal yang kurang penting, tetapi tentunya memberikan pelajaran penting tentang urgensi reformasi mekanisme komunikasi internal di lembaga DPRD. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain:

Penyusunan SOP Komunikasi Internal: Perlu disusun Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas tentang mekanisme penyelesaian masalah internal, termasuk jenjang eskalasi masalah dari tingkat staf hingga pimpinan.

Forum Koordinasi Rutin: Membangun forum koordinasi rutin antara pimpinan DPRD dengan Sekwan untuk membahas berbagai isu teknis operasional sebelum berkembang menjadi masalah yang lebih besar.

Transparansi Internal: Meningkatkan transparansi internal dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya, sehingga semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang keterbatasan dan prioritas anggaran. Sedapat mungkin, memprioritaskan kebutuhan publik dari pada kebutuhan diri anggota dewan.

Peningkatan Kapasitas Komunikasi: Memberikan pelatihan komunikasi efektif bagi pimpinan dan staf DPRD untuk membangun budaya dialog yang konstruktif.

Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas komunikasi internal dan melakukan perbaikan yang diperlukan.

Menyikapi Aspek Keterbukaan Informasi Publik

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan antara keterbukaan informasi publik dengan efektivitas penyelesaian masalah internal. Prinsipnya, masyarakat memang berhak mengetahui kinerja lembaga publik, termasuk DPRD. Namun, perlu dibedakan antara informasi yang bersifat kebijakan substantif dengan hal-hal teknis administratif internal.

Evaluasi kinerja Sekwan dalam mendukung operasional DPRD lebih tepat dikategorikan sebagai urusan teknis administratif internal yang penyelesaiannya tidak selalu harus melibatkan forum publik, kecuali jika terdapat indikasi penyimpangan yang merugikan kepentingan publik. RDP sebagai salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan DPRD memang merupakan bagian dari transparansi, tetapi penggunaannya harus tepat sasaran dan proporsional.

Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Internal yang Lebih Baik

Polemik yang terjadi di DPRD Manggarai Timur seharusnya menjadi momentum untuk melakukan introspeksi dan perbaikan tata kelola internal lembaga perwakilan rakyat di daerah. Komunikasi yang efektif, koordinasi yang terstruktur, dan pemahaman bersama tentang batasan dan peluang dalam pengelolaan sumber daya menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat perlu memberikan teladan dalam menyelesaikan persoalan internal secara arif dan efisien. Dengan tata kelola internal yang baik, energi dan perhatian DPRD bisa lebih difokuskan pada isu-isu strategis pembangunan daerah yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, bukan tersita untuk menyelesaikan persoalan teknis administratif untuk kepentingan diri anggota dewan yang semestinya bisa diselesaikan melalui mekanisme internal yang lebih sederhana.

Pelajaran dari Manggarai Timur ini hendaknya tidak hanya menjadi catatan bagi DPRD setempat, tetapi juga bagi DPRD di daerah lain untuk senantiasa mengevaluasi dan memperbaiki mekanisme komunikasi internalnya demi optimalisasi peran sebagai lembaga perwakilan rakyat. Saatnya belum terlambat, cobalah dibangun sebuah model kemitraan positif antara pemerintah daerah dan anggota dewan. Harapan ini sesungguhnya sebuah cita-cita otonomi daerah, namun, tidak menghilangkan peran utama masing-masing dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggaran pemerintahan daerah.

 

Editor : Danny Manu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut