Modal Inti Bank NTT Belum Penuhi Syarat, Dana Penyertaan Bank Jatim Belum Semua Masuk

Kupang, iNewsAlor.id – Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Wilhelmus Mustari Adam, SE., M.Acc., menyoroti belum terpenuhinya syarat modal inti Bank NTT sebesar Rp3 triliun meskipun telah menjalin kerja sama usaha bersama (KUB) dengan Bank Jatim.
Wilhelmus yang juga kandidat doktor Ilmu Akuntansi Sektor Publik Universitas Brawijaya Malang ini menyampaikan bahwa hingga laporan keuangan bulan Maret 2025, total ekuitas Bank NTT baru mencapai Rp2,765 triliun, atau hanya meningkat sekitar Rp65,4 miliar dari posisi per 31 Desember 2024 sebesar Rp2,700 triliun.
“Data ini menunjukkan belum adanya realisasi dana penyertaan dari Bank Jatim ke Bank NTT. Sejauh ini yang ada baru dokumen komitmen dan rencana investasi, belum dana riil yang masuk dan tercatat dalam ekuitas,” ujar Wilhelmus, Minggu (25/5/2025) malam.
Ia menjelaskan, keputusan untuk menjalin KUB antara Bank NTT dan Bank Jatim telah diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 16 November 2024, dan ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pada 16 Desember 2024. Namun, berdasarkan laporan posisi keuangan Maret 2025, belum terlihat dampak signifikan terhadap peningkatan modal inti Bank NTT.
“Jika dana dari Bank Jatim benar-benar telah masuk, tentu akan ada perubahan besar dalam struktur ekuitas dan posisi kepemilikan. Tapi saat ini, belum ada bukti uang itu masuk,” tegasnya.
Lebih jauh, Wilhelmus mengingatkan bahwa pemenuhan syarat modal inti tidak bisa hanya mengandalkan dokumen, MOU, atau janji investasi. OJK, kata dia, akan menilai pemenuhan berdasarkan realisasi dana yang masuk dan tercatat resmi dalam laporan keuangan bank.
“Tanpa dana riil, maka status modal inti belum terpenuhi. Hal ini bisa berdampak serius seperti sanksi administratif, penurunan klasifikasi bank, pembatasan kegiatan usaha, bahkan ancaman penggabungan atau pembubaran bank,” ujar Wilhelmus.
Ia juga mempertanyakan peluang masuknya perwakilan Bank Jatim ke dalam jajaran komisaris Bank NTT jika penyertaan modal belum benar-benar terjadi. Karena, bank Jatim, riilnya belum memiliki hak sebagai pemegang saham di Bank NTT. Oleh karena itu tidak akan mendapatkan bagian deviden.
“Bagaimana mungkin Bank Jatim mendapat jatah kursi komisaris sementara penyertaannya belum terealisasi? Ini harus dipertanyakan secara etis dan profesional,” ucapnya.
Sebagai penutup, Wilhelmus mendorong agar Direksi dan Dewan Komisaris Bank NTT bersikap terbuka dan aktif melaporkan perkembangan ini ke OJK. “Jangan menunggu OJK turun mengecek. Harus ada transparansi dan langkah-langkah konkret dari internal Bank NTT untuk menyelamatkan posisi dan keberlanjutan bank daerah kebanggaan masyarakat NTT ini,” pungkasnya.
Editor : Danny Manu