Bidan Dihamili dan Tak Bertanggung Jawab, Oknum Anggota TNI di NTT Dipecat

Kupang,iNewsAlor.id — Tangis haru menyelimuti ruang sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin 7 Juli 2025. Setelah perjuangan panjang menuntut keadilan, Novi (24), seorang bidan muda asal Bima, akhirnya mendengar vonis yang menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara, pemecatan dari TNI, dan denda Rp5 juta kepada Pratu Faizal (25), anggota Yonif 743/PSY Naibonat.
Faizal divonis Dalam kasus cinta segitiga yang berujung luka batin dan kehamilan, Pengadilan Militer menyatakan Faizal bersalah melakukan tindak pidana asusila melalui tipu muslihat yang mencederai kepercayaan dan kehormatan korban.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Letkol Chk Joko Trianto, didampingi dua anggota majelis Zainal Arfin Anang Yulianto dan Erwin Yohanes, menyatakan Pratu Faizal terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara asusila. Faizal dinilai menyalahgunakan kepercayaan korban yang telah ia rayu dan tipu hingga menjalin hubungan layaknya suami istri.
“Menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun tiga bulan dan denda Rp5 juta. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana dua bulan penjara. Menetapkan terdakwa dipecat dari keanggotaan TNI,” tegas Ketua Majelis Hakim.
Vonis ini sedikit lebih ringan dari tuntutan oditur militer yang sebelumnya menuntut hukuman 18 bulan penjara, pemecatan, tanpa denda.
Menanggapi vonis tersebut, Pratu Faizal menyatakan banding. Hakim memberi waktu tujuh hari kepada terdakwa untuk menyatakan sikap, dan jika tidak ada permohonan banding hingga 14 Juli 2025, maka putusan tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sementara itu, Novi yang hadir dalam sidang tak kuasa menahan haru. Ia menyebut vonis ini sebagai bentuk keadilan yang selama ini ia perjuangkan.
“Saya sangat puas dengan keputusan hakim. Ini sesuai harapan saya. Terima kasih kepada para hakim yang telah melihat kasus ini dengan jernih,” ujar Novi, didampingi pamannya, Mickael Fuin.
Mickael menambahkan bahwa keluarga besar Novi akan terus mengawal perkara ini, termasuk jika nanti naik banding ke Pengadilan Militer Tinggi di Surabaya. Ia pun menyampaikan apresiasi kepada semua unsur di Pengadilan Militer III-15 Kupang, termasuk oditur dan hakim, yang telah menangani kasus ini secara serius dan adil.
Cinta Segitiga yang Berujung Petaka
Kisah pilu ini berawal dari perkenalan Novi dan Pratu Faizal di media sosial pada Juli 2023. Hubungan mereka berkembang cepat hingga menjalin kedekatan yang membuat Novi percaya bahwa mereka akan menikah secara sah. Pratu Faizal meyakinkan Novi untuk menjalani hubungan layaknya pasangan suami istri. Kepercayaan itu membuat Novi menyerahkan segalanya.
Namun, kepercayaan itu hancur saat Novi mengurus administrasi untuk pernikahan dinas. Ternyata, pada saat yang sama, Faizal juga menjalin hubungan asmara serupa dengan perempuan lain bernama Mutmainah—seorang mahasiswi di Kupang—yang juga sedang hamil.
Keduanya, Novi dan Mutmainah, menjadi korban dari hubungan ganda Pratu Faizal yang tidak pernah secara terbuka mengakui kenyataan tersebut kepada keduanya. Fakta ini baru terungkap saat proses administrasi dinas ditolak Danki Kompi B, karena Faizal telah lebih dulu mengurus pernikahan dinas dengan Mutmainah.
Novi merasa dikhianati dan dipermainkan. Ia lalu melaporkan Faizal ke Pengadilan Militer III-15 Kupang, didampingi oleh keluarga.
“Saya tidak diberi tahu secara jujur. Saya benar-benar merasa telah menjadi korban tipu muslihat yang mencederai harga diri dan masa depan saya,” ungkap Novi kepada wartawan usai persidangan.
Kehamilan, Kelahiran, dan Kehilangan
Akibat hubungan yang tak bertanggung jawab itu, Novi hamil dan pada 23 Mei 2025 melahirkan bayi kembar—laki-laki dan perempuan—di RSUD W.Z. Johannes Kupang. Namun, satu dari dua anak kembarnya, sang bayi perempuan, meninggal dunia pada 1 Juni 2025.
“Saya tidak hanya kehilangan kepercayaan dan harga diri, tapi juga kehilangan anak saya,” ucap Novi dengan mata berkaca-kaca.
Proses Hukum yang Sarat Tekanan
Novi juga mengungkap bahwa selama proses hukum, ada upaya mediasi dan tekanan dari beberapa oknum, termasuk upaya penyelesaian kasus secara damai dengan uang dan permintaan maaf. Namun ia dan keluarga menolak, dan bersikeras pada proses hukum.
“Kami menolak penyelesaian lewat jalur damai. Saya ingin keadilan ditegakkan, bukan dibeli,” tegas Novi.
Ia juga mengkritik proses penyidikan yang menurutnya tidak adil.
“Saat BAP, penyidik malah memberi opsi kepada Faizal untuk memilih saya atau Mutmainah. Bukankah itu artinya kami berdua sama-sama korban? Kenapa malah dijadikan pilihan?” tambahnya.
Tuntutan Keadilan dan Perlindungan Korban
Novi menuntut agar semua pihak yang terlibat dalam menutup-nutupi kasus ini, termasuk atasan Pratu Faizal, juga diperiksa. Ia juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi institusi militer untuk lebih melindungi korban, terutama perempuan, dalam kasus asusila yang melibatkan anggotanya.
“Saya hanya ingin keadilan. Bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk anak saya yang lahir tanpa perlindungan dari seorang ayah,” pungkas Novi.
Editor : Danny Manu