get app
inews
Aa Text
Read Next : Pemprov NTT Alokasikan Rp3,9 Miliar untuk Perbaikan Jalan di Manggarai Timur, Warga Apresiasi

Korwil Perindo Karni Lando Minta Penertiban Miras Sopi di NTT Tak Rugikan Rakyat Kecil

Sabtu, 08 November 2025 | 21:08 WIB
header img
Foto: Wakil Korwil DPP Perindo, Karolus Karni Lando

FLORES, iNews.id - Wakil Koordinator Wilayah (Korwil) DPP Partai Perindo untuk Bali dan Nusa Tenggara, Dr. Karolus Karni Lando, angkat suara menanggapi kebijakan penertiban minuman keras (miras) tradisional jenis sopi dan moke di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia meminta aparat dan pemerintah daerah agar kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari produksi dan penjualan miras tradisional itu.

Menurutnya, telegram Kapolda NTT yang menginstruksikan penertiban sopi dan moke merupakan upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, penerapannya di lapangan harus dilakukan secara proporsional agar tidak menimbulkan keresahan sosial.

“Saya sangat memahami kekhawatiran masyarakat. Sopi dan moke bukan sekadar komoditas ekonomi, tapi juga sumber penghidupan dan bagian dari ritual adat di Flores dan NTT,” ujar Karolus, yang juga Direktur RINA Asia Pacific, Sabtu (8/11/2025).

Karolus menegaskan, aparat memang memiliki kewajiban menegakkan hukum, namun tidak boleh dengan cara yang mematikan mata pencaharian rakyat atau mengabaikan nilai budaya setempat. Karena itu, diperlukan tata kelola dan regulasi yang adil serta berpihak pada produsen tradisional.

Dorong Regulasi Lokal yang Akui Nilai Budaya

Lebih lanjut, Karolus mendorong pemerintah daerah untuk membuat Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tata kelola produksi, distribusi, hingga izin usaha skala rumah tangga.

Ia menilai langkah tersebut penting agar tradisi lokal tetap lestari tanpa menimbulkan dampak negatif sosial maupun hukum.

Sebagai contoh, Pergub NTT Nomor 44 Tahun 2019 telah memberikan arah pengelolaan minuman tradisional dan dapat dijadikan dasar memperjelas tata niaga serta perlindungan bagi produsen lokal.

“Fokus pengawasan seharusnya diarahkan kepada jaringan besar dan peredaran ilegal yang mengancam keamanan, bukan kepada petani atau penjual mikro yang menjual untuk kebutuhan adat dan hidup sehari-hari,” katanya.

Penertiban Harus Disertai Pemberdayaan

Karolus menilai, kebijakan represif tanpa solusi hanya akan menimbulkan dampak negatif dan menambah beban ekonomi masyarakat. Ia menekankan pentingnya pemberdayaan ekonomi, sertifikasi mutu, serta pelatihan higienis produksi agar tradisi sopi tetap hidup dan bernilai ekonomi.

“Menyita sopi tanpa memberi jalur legalisasi, pelatihan, dan akses pasar justru menambah kemiskinan serta memicu protes publik,” tegasnya.

Ia juga mengusulkan pembentukan sentra produksi terkontrol, zona legalisasi terbatas, dan akses pembiayaan mikro agar produksi sopi dan moke dapat bertransformasi dari ekonomi informal menjadi sektor ekonomi yang diakui dan terlindungi.

Dorong DPRD dan Pemda Bentuk Perda Perlindungan Produsen Lokal

Kepada DPRD NTT, Karolus menyerukan percepatan pembahasan Rancangan Perda Perlindungan Produsen Lokal yang mengakui sopi dan moke sebagai produk budaya daerah.

Ia juga mendorong pembentukan koperasi produsen atau BUMDes/BUMD pembinaan yang dapat membantu proses pemurnian, pengemasan, hingga pemasaran bersama.

“Legislasi jangan hanya bicara pelarangan, tapi harus menghadirkan solusi nyata untuk rakyat kecil,” ujar Karolus.

Empat Langkah Konkret Melindungi Produsen dan Pedagang Mikro

Sebagai langkah jangka pendek, Karolus menyampaikan empat komitmen konkret untuk melindungi produsen dan pedagang kecil:

Forum darurat, memediasi pertemuan antara Kapolda, Pemprov, DPRD, tokoh adat, dan produsen untuk membahas mitigasi sementara serta kemungkinan moratorium penindakan bagi pedagang mikro terdaftar.

Registrasi cepat bagi produsen rumah tangga agar memiliki legalitas dan perlindungan hukum.

Pelatihan higienis dan labelisasi untuk meningkatkan mutu produk agar dapat dipasarkan ke sektor pariwisata dan oleh-oleh.

Pilot zona legalisasi, yakni wilayah uji coba produksi dan penjualan sopi secara terbatas dengan pengawasan terpadu.

“Kita tidak boleh memilih antara adat atau hukum. Keduanya harus berjalan beriringan untuk melindungi rakyat kecil, menjaga budaya, sekaligus memastikan ketertiban umum,” tutup Karolus.

Editor : Danny Manu

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut