Kupang, iNewsAlor.id - Anggota Komisi V DPRD NTT, Mersi Piwung, menyoroti kondisi calon tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami perlakuan tidak manusiawi di tempat penampungan sebelum diberangkatkan ke luar negeri.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTT, Mersi Piwung meminta pemerintah daerah untuk memberikan perhatian khusus kepada mereka.
Kondisi Memprihatinkan di Penampungan
Para calon TKI yang direkrut oleh perusahaan penyalur tenaga kerja resmi mengeluhkan fasilitas yang jauh dari layak. Mereka tidur di kasur tipis di lantai, mendapatkan makanan yang terbatas, bahkan kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar seperti sabun.
"Mereka minta beli sabun saja susah. Padahal, mereka dijanjikan uang Rp5 juta. Kenyataannya, makan saja hanya dua kali sehari, itupun cuma kangkung dan tempe setiap hari," ungkap Mersi Piwung.
Lebih parah lagi, beberapa calon tenaga kerja harus bertahan di penampungan selama berbulan-bulan tanpa kepastian kapan akan diberangkatkan.
"Saya tanya, mereka harus berapa lama di penampungan? Proses pembuatan paspor dan visa ada batas waktunya, tapi ada yang sampai sembilan bulan tidak juga berangkat," lanjutnya.
Selain kondisi tempat yang buruk, para calon tenaga kerja juga mengalami perlakuan tidak manusiawi dari pegawai penampungan. Mereka sering dimarahi, diperintah dengan kasar, bahkan dimaki-maki.
Minimnya Perhatian Pemerintah
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang peran pemerintah dalam melindungi calon tenaga kerja yang merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara. Hingga saat ini, tidak terlihat adanya anggaran atau program pendampingan bagi mereka yang berada di penampungan.
"Di mana kehadiran pemerintah dalam urusan ini? Kita tidak bisa hanya menyerahkan semuanya kepada perusahaan. Harus ada pendampingan setiap bulan, ada materi dari dinas untuk menguatkan mereka," ujar Piwung.
Selain itu, ada dugaan bahwa perusahaan yang merekrut para calon pekerja ini memiliki rekam jejak yang tidak baik. "Pak Jon Kila yang punya perusahaan, PT.alqqurny Bagas Pratama ini dulu sempat ditahan. Sekarang dia masih menjalankan bisnisnya dan masih ada sekitar 50 lebih calon tenaga kerja di sana," ungkap Mersi Piwung.
Banyak calon pekerja yang akhirnya mengalami stres dan sakit akibat kondisi penampungan yang buruk. Beberapa dari mereka harus dipulangkan dalam kondisi tidak sehat. Bahkan, ada yang harus membayar Rp3,5 juta untuk bisa keluar dari penampungan karena dianggap telah membuat perusahaan rugi.
Harapan Akan Perubahan
Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah, khususnya dinas tenaga kerja dan pihak terkait yang bertanggung jawab atas pengawasan perusahaan perekrut tenaga kerja. Jika tidak ada perubahan, semakin banyak calon pekerja migran yang menjadi korban eksploitasi sebelum mereka bahkan sempat berangkat ke luar negeri.
Kasus ini juga menjadi cerminan bahwa masih banyak celah dalam sistem perekrutan tenaga kerja yang perlu diperbaiki. Masyarakat berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan para calon pekerja mendapatkan perlakuan yang layak dan adil sebelum, selama, dan setelah bekerja di luar negeri, Tutup Politisi PKB.
Editor : Danny Manu
Artikel Terkait