Proyek Sekolah di Manggarai Timur Bermasalah: Upah Sub Kontraktor Tak Dibayar

Iren Leleng
Proyek Sekolah di Manggarai Timur Bermasalah: Upah Sub Kontraktor Tak Dibayar Foto: Maria, istri sub kontraktor saat melapor kasus tidak bayar upah di Polres Manggarai Timur

Flores, iNews.id - Proyek renovasi dan rehabilitasi prasarana sekolah di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), milik Balai Prasarana Permukiman Wilayah NTT, menjadi sorotan. Proyek dengan anggaran Rp 32,09 miliar yang dikerjakan pada tahun anggaran 2023 tersebut diduga menyisakan persoalan serius, yakni pembayaran upah sub kontraktor yang belum diselesaikan.

Tercatat, proyek ini mencakup renovasi di beberapa sekolah dasar, di antaranya: SD Kembang Lala, SDI Wae, Wulan, SDI Rana Teno, SDI Bapang, SDI Lamba, SDI Bea Nanga, SDI Moncok, SDI Golo Wunis, SDI Biting, SDI Nggola
M, SDI Bangka Beru.

Namun, di balik proyek bernilai fantastis ini, muncul dugaan pemangkasan anggaran dan pengabaian hak para pekerja, yang berujung pada dampak sosial dan ekonomi bagi sub kontraktor yang terlibat.

Istri Subkontraktor Tanggung Beban Utang Suami yang Meninggal
Salah satu korban dari permasalahan proyek ini adalah Siprianus Sampur (53), seorang subkontraktor yang mengerjakan proyek tersebut. Istrinya, Maria Saima (42), mengaku menanggung dampak berat setelah suaminya meninggal dunia pada 6 Januari 2024.

Maria mengungkapkan bahwa almarhum suaminya mengalami tekanan berat akibat utang proyek yang belum terbayar. Hingga kini, keluarga harus menanggung beban finansial akibat tunggakan yang ditinggalkan.

"Tidur saya tidak nyenyak. Saya harus berhutang ke sana-sini untuk membayar utang suami saya. Mereka sudah bekerja keras, tetapi hak mereka justru diabaikan," ujarnya dengan penuh haru.

Menurut Maria, PT Unggul Sokaja, selaku kontraktor utama, belum memberikan kejelasan terkait pembayaran upah subkontraktor. Upaya komunikasi yang dilakukan pun berujung pada kebuntuan.

"Total yang harus dibayarkan kepada pekerja sekitar Rp 243 juta lebih. Kami hanya ingin hak suami saya dipenuhi," tegasnya.

Manajemen PT Unggul Sokaja Saling Lempar Tanggung Jawab
Beny Potje, kuasa direktur PT Unggul Sokaja, saat dikonfirmasi media justru mengaku tidak mengetahui soal keuangan proyek. Ia menyebut bahwa pengelolaan dana proyek berada di tangan Yudi Lukito.

"Yudi Lukito, Om. Mungkin bisa bertemu dia langsung soal proyek ini," kata Beny saat ditemui di kediamannya di Karot, Ruteng.

Bahkan, Beny mengungkapkan bahwa dirinya hanya meminjamkan nama agar proyek tersebut bisa lolos.

"Saya hanya pakai nama untuk meloloskan proyek itu. Soal uang, saya tidak tahu persis. Bahkan dalam proyek itu, saya juga bekerja sebagai tukang," katanya.

Dugaan Pemangkasan Anggaran, Subkontraktor Dirugikan
Proyek yang didanai melalui DIPA Sektor Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah 11 NTT ini semestinya dikerjakan langsung oleh PT Unggul Sokaja. Namun, dalam praktiknya, pekerjaan diduga diborongkan kepada beberapa subkontraktor di Kabupaten Manggarai, salah satunya Siprianus Sampur.

Siprianus menerima kontrak kerja senilai Rp1,017 miliar untuk pembangunan enam ruang kelas baru dan Rp632,5 juta untuk rehabilitasi empat ruang kelas serta WC. Namun, ia baru menyadari bahwa anggaran sebenarnya mencapai Rp4,09 miliar, terdiri dari, bangunan baru: Rp2,46 miliar, rehabilitasi: Rp1,62 miliar.

Kondisi semakin pelik ketika Siprianus dipecat oleh Yudi Lukito melalui pesan WhatsApp saat progres pekerjaan sudah mencapai 50 persen. Padahal, ia baru menerima pembayaran sekitar Rp200 juta, sementara kerugiannya akibat pemecatan ini mencapai Rp 243,44 juta.

Sebelum pemecatan, Siprianus sempat dipanggil oleh seseorang bernama Tedy untuk bertemu di toko "Sumber Hidup" pada 11 Januari 2024. Dalam pertemuan itu, mereka membuat surat pernyataan kesanggupan kerja. Namun, secara mengejutkan, Siprianus kemudian diberhentikan tanpa alasan yang jelas oleh Yudi Lukito, bukan oleh Benny Potje yang tercatat sebagai kuasa direktur PT Unggul Sokaja.
Kasus Dilaporkan ke Kepolisian, Berpotensi Dibawa ke KPK
Perselisihan terkait pembayaran ini telah sampai ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Manggarai Timur. Meskipun surat rekomendasi telah dikeluarkan, Yudi Lukito tetap mengabaikan kewajibannya.

Atas ketidakadilan ini, Siprianus sempat berencana mengajukan surat terbuka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar proyek PT Unggul Sokaja diperiksa lebih lanjut.

Kini, kasus ini telah resmi dilaporkan ke Kepolisian Resor Manggarai Timur. Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto, memastikan bahwa pihaknya akan menangani laporan ini dengan serius. Rabu (12/03/2025).

“Tentunya kami akan memproses laporan ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kami akan memanggil pihak-pihak yang bersangkutan terkait dugaan tidak dibayarnya upah subkontraktor,” tegas AKBP Suryanto, Rabu (13/03/2025).

Maria Saima berharap pihak kepolisian dapat segera menindaklanjuti kasus ini dan memberikan keadilan bagi mendiang suaminya serta para pekerja yang belum menerima upah mereka.

"Kami hanya ingin hak kami diberikan. Suami saya sudah bekerja keras, tetapi malah mengalami ketidakadilan. Semoga ada kejelasan dan keadilan bagi kami," tutup Maria.

Kasus ini menjadi potret buruk dalam pengelolaan proyek infrastruktur di daerah. Dugaan pemangkasan anggaran dan pengabaian hak pekerja menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pemerintah agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Hingga saat ini pihak PT Unggul Sokaja, belum memberikan klarifikasi.

 

Editor : Danny Manu

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update