"Harapannya dengan monitoring yang dilakukan dapat meningkatkan upaya pengelolaan kawasan konservasi dan mengukur dampak pengelolaan terhadap masyarakat dan ekosistem yang ada," lanjut saleh.
Semrntara data yang dikumpulkan juga diharapkan dapat menjadi nilai tambah dalam peningkatan penilain EVIKA di Kabupaten Alor untuk bisa mencapai status emas, yang hanya dibutuhkan point sekitar 2,7% saja. Jelas Saleh
Perairan Kabupaten Alor memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi yang terdiri atas berbagai jenis ikan pelagis maupun demersal, gugusan terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun. Bukan hanya itu, Perairan Kabupaten Alor juga merupakan habitat dan jalur migrasi bagi cetacean dan megafauna laut karismatik seperti hiu paus, pari manta, dugong, lumba-lumba, paus serta penyu.
Kekayaan laut tersebut merupakan salah satu hal kritis dalam menunjang kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Alor. Faktor ekologis dan oseanografi pada perairan ini juga memberikan hal baik pada sektor perikanan tangkap, budidaya, serta pengembangan sektor perekonomian masyarakat pesisir lainnya.
Project Leader for Lesser Sunda Subsescape Yayasan WWF Indonesia, Miko Budi Raharjo menuturkan,“Ekspedisi Monitoring Ekologi yang dilakukan tahun ini tidak hanya fokus kepada pengambilan data terumbu karang dan ikan karang saja tetapi juga ekosistem kunci yang lain seperti eksosistem lamun dan mangrove baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan konservasi, " karanya.
Yayasan WWF Indonesia berharap, dari dukungan ini mampu menghasilkan sebuah rekomendasi kepada pihak pengelola kawasan dan juga stakeholder yang lain dalam mengoptimalkan pengelolaan kawasan sehingga mampu menghasilkan dampak positif bagi masyarakat khususnya di Kabupaten Alor.”
Acara lokakarya ditutup oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Wilayah Kabupaten Alor, sekaligus tanda akan dimulainya Ekspedisi Monitoring Ekologi Taman Perairan Kepulauan Alor tahun 2023.
Editor : Danny Manu