Koalisi : Buruknya Tata Kelola Perbatasan Australia - Rote NTT, Ancam Kedaulatan NKRI

Danny Manu
Tim Koalisi Bersama Badan Keahlian DPR RI Melawan Human Trafficking dan Kejahatan Transnasional (foto:ist)

Jakarta, iNewsAlor. id - Sebagaimana yang sudah diketahui dan juga menjadi bom waktu kedepannya, terkait tata kelola di perairan selatan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur ( NTT) dan Pulau Pasir atau Ashmore and Cartier IslandIslands, yang sudah jelas dinyatakan Kemenlu RI sebagai wilayah teritori Australia

Penasehat Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia (Koalisi) sekaligus penasehat Padma IndonesiaIndonesia,  Gabriel Goa menyatakan, Dia tidak mau masuk wilayah "Hukum Internasional" Untuk isu pulau pasir ini. Pungkasnya. 

Alasannya, karena sudah disebutkan Kemlu RI bahwa, Pulau Pasir sebagaimana disebut dalam Deklarasi Juanda 1957 dan juga diundangan melalui UU No 4 Tahun 1960, menyatakan bahwa Pulau Pasir tidak masuk dalam wilayah atau peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semenjak Tahun 1957, serta pada peta peta yang dibuat sesudah periode tahun tersebut. 

Ditambah menurut Kemlu RIRI lagi ada MOU Tahun 1974 dan MOU perbaruan antara Indonesia dan Australia du Tahun 1981 dan 1989. Yang maana Gabriel sempat membacakannya antara lain, MOU yang mengatur bahwa nelayan tradisional NTTboleh mencari ikan bahkan teripang secara tradisional di kawasan pulau pasir. Namun Gabriel menambahkan, "kekhawatiran saya justru maraknya lalu-lintas kapal dengan ABK dan kapal kapal nelayan melewati laut perbatasan dan sampai ke kawasan Australia.  Lihat saja tanggal 26 Juni 2024 ada berita Pemerintah Australia Darwin telah menangkap dan menahan 2 kapal nelayan asal Merauke, Papua Selatan dan sekaligus 15 Anak Buah Kapal ( ABK). Ungkap Gabriel. 

"Pastinya  ada masalah pelanggaran hukum atas aktifitas yang dianggap illegalillegal dilakukan oleh para nelayan tersebut.  Karna sebelumnya kami dari Koalisi juga mendapatkan banyak laporan dari jaringan kami di NTT,  bahwa masih banyak nelayan Indonesia melewati batas kelautan tersebut,  entah mencari ikan atau teripang di lautan Australia yang indah itu atau kasus kasus nelayan yang polos itu membawa orang orang dari negara negara diluar Indonesia dengan  tujuan akhir mereka ke Australia" Terangnya lagi. 

Gabriel juga menjelaskan, beberapa nelayan Indonesia yang membawa imigran gelap yang kewarganegaraannya berasal dari negara negara yang dilanda konflik internal dan mereka sendiri dipersekusi,  kemudian sudah masuk ke wilayah teritori Australia malah sekarang langsung dipulangkan oleh Australia dibiarkan untuk diadili di pengadilan. Di Indonesia. 

Senada dengan Gabriel, menurut anggota Koalisi lainnya, Nukila Evanty yang juga Ahli Hukum Internasional menegaskan, kompleks mengurai masalah nelayan kita yang membawa, "sebab misalnya  orang orang yang minta dibawa dengan kapal nelayan ke Australia, katakanlah ada sindikat/ recruiters terus minjem perahu nelayan berikut jasannya untuk menyebrangkan orang orang yang belum diketahui pula oleh si nelayan tentang asal mereka dan siapa saja mereka, dengan keterbatasan informasi sang nelayan, Dia mau membawa orang orang tersebut ke Australia" Terangnya. 

Nukila pun menambahkan bahwa, "kalau sudah sampai ke wilayah laut Australia,  kalau dalam hukum internasional ada klausul yang menyebut 'sovereignty of a coastal state extends, beyond its land territory and internalinternal waters.  The sovereignty over thr territorial sea is exercised with also other rules of international law. Territorial watters, in interbational law, that area of the sea immediately adjacent to the shores of a state and subject to the territorial jurisdiction of that state".

Jadi artinya, kira kira setiap sudah masuk wilayah Australia, nelayan nelayan itu harus diadilidiadili dengan hukum dan pengadilan yang berlaku di Australia,  bukannya malah digiring pulang ke Indonesia,  apalagi jika ingin mengurai siapa pelaku kejahatan yang meminta sang nelayan membawa orang orang yang ingin di smuggling ke Australia. Jelasnya. 

Sementara Greg Retas Daeng, SH.  Selalu koordinator di Koalisi, secara terpisah memeberikan keterangan, Dia menyebutkan, Indonesia mempunyai UU No 6 Tahun 2011 yang mana dalam pasal 120 mengatur mengenai kejahatan penyelundupan imigran. Menurut Greg "undang undang keimigrasian juga belum jelas delictnya karena hanya lebih mrngatur penyelundupan orang orang ke Indonesia. Kalau nelayan menyelundupkan Orang orang asing ke Australia,  aturan ini belum cukup.  Malah nelayan yang sendiri adalah korban" Terangnya. 

Untuk itu Greg menjelaskan, Mereka (nelayan) perlu diberikan edukasi tentang apa itu people smugglingsmuggling,  batas wilayah laut kedua negara termasuk MoU Indonesia Australia, dan sisi Pemerintah kedua negara perlu ada tindakan kerjasama termasuk dengan masyarakat sipil. 

"Kedepannya memang perlu diskusi panjang untuk masalah ini, sebagai orang NTT dan juga anak bangsa, saya menyayangkan jika masih banyak orang yang seharusnya korban justru dianggap pelaku kejahatan" Tutup Greg. 

Editor : Danny Manu

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network