Labuan Bajo, iNewsAlor.id - Sidang banding terkait sengketa tanah Karangan dan Golo Karangan di Labuan Bajo, Senin (03/02/2025), kembali menghadirkan perkembangan dan bukti baru.
Camat Komodo, Marthinus M Irwandy, menyatakan tidak mengakui Surat Pernyataan tertanggal 17 Januari 1998 yang membatalkan dokumen penyerahan tanah adat kepada almarhum Nassar bin Haji Supu pada 10 Maret 1990.
Pernyataan ini dituangkan dalam surat keterangan resmi Camat Komodo yang ditandatangani pada 30 Januari 2025.
Pernyataan Camat Komodo ini terungkap dalam sidang pemeriksaan tambahan di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo pada Senin (3/2), dalam perkara banding dengan nomor 1/Pdt.G/2025/PT KPG, dalam Sengketa ini melibatkan ahli waris Nikolaus Naput dan Erwin Kadiman Santoso (Pemohon banding) melawan Muhamad Rudini (Terbanding).
Kuasa hukum pemohon banding, Kharis Sucipto, mengungkapkan bahwa pihaknya mengajukan beberapa bukti baru dalam sidang, termasuk surat keterangan dari Camat Komodo.
Dalam surat tersebut, Camat Komodo secara tegas menyatakan tidak mengakui surat pembatalan tahun 1998 dan justru mengakui keabsahan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah Nomor: Pem.593.1/141/II/2010 yang ditandatangani pada 15 Februari 2010.
"Dalam surat itu disebutkan bahwa camat tidak membenarkan adanya pembatalan penyerahan tanah tahun 1998. Sebaliknya, pemerintah melalui Kecamatan Komodo mengakui bahwa tanah yang diserahkan kepada Haji Nassar Supu tetap sah, dan kemudian tanah tersebut diserahkan kepada Nikolaus Naput," ujar Kharis.
Selain itu, Kharis juga menegaskan bahwa pihaknya baru pertama kali mendapatkan keterangan resmi dari pemerintah daerah terkait penyerahan tanah adat yang dilakukan oleh fungsionaris adat saat itu, yakni Haji Ishaka dan Haku Mustafa.
Ahli Hukum Agraria: Pembatalan Sepihak Tidak Sah
Dalam persidangan, ahli hukum agraria dan hukum adat, Farida Patittingi, menyoroti bahwa tanah ulayat yang telah diserahkan oleh fungsionaris adat kepada individu tidak dapat dibatalkan secara sepihak, termasuk oleh fungsionaris adat itu sendiri.
"Tidak ada pembatalan penyerahan tanah adat secara sepihak, dan itu tidak mungkin. Jadi kalau ada surat pembatalan seperti itu, saya meragukan keabsahannya," ujar Farida, yang juga merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Farida menjelaskan bahwa seseorang yang telah menerima tanah ulayat berhak sepenuhnya atas tanah tersebut, termasuk melakukan transaksi hukum seperti menjual atau menghibahkannya.
"Jika tanah sudah lepas dari hak ulayat dan menjadi hak individu, maka sepanjang tanah itu dimanfaatkan dan dijaga, hak tersebut tetap sah dan dapat diperjualbelikan atau diwariskan," tandasnya.
Perjalanan Sengketa Hingga Banding
Sebelumnya, pada tingkat pengadilan pertama, majelis hakim PN Labuan Bajo dalam perkara Nomor 1/Pdt.G/2024/PN.Lbj pada 24 Oktober 2024 telah mengabulkan sebagian tuntutan penggugat, yakni Muhamad Rudini. Putusan tersebut didasarkan pada keberadaan surat pembatalan penyerahan tanah adat tahun 1998 sebagai bukti utama.
Merasa dirugikan, ahli waris Nikolaus Naput dan Erwin Kadiman Santoso, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang pada November 2024. Kini, dengan munculnya bukti baru berupa keterangan resmi dari Camat Komodo yang menolak keabsahan surat pembatalan 1998, posisi pemohon banding berpotensi semakin kuat.
Kharis selaku kuasa hukum ahli waris keluarga Naput dan Santoso Kadiman berharap Persidangan masih akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan, majelis hakim mempertimbangkan bukti baru yang diajukan.
Editor : Danny Manu
Artikel Terkait