Opini : Wahidin Sara - Sekretaris Umum PC IMM Kota Kupang
Kupang, iNewsAlor.id - Pemerintah telah menetapkan program makan siang gratis sebagai salah satu kebijakan prioritas nasional, yang diperkirakan akan menelan anggaran sebesar Rp 460 triliun per tahun.
Program ini dirancang untuk memberikan manfaat bagi sekitar 83 juta anak sekolah, ibu hamil, dan balita, dengan tujuan utama meningkatkan kesehatan dan gizi mereka guna mendukung pendidikan dan mengurangi kemiskinan.
Namun, untuk mendanai program ini, pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran besar-besaran. Salah satu langkah yang diambil adalah mengurangi pengeluaran yang dianggap tidak perlu, seperti perjalanan dinas yang berlebihan dan acara seremonial yang tidak produktif.
Langkah ini ditegaskan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja, yang mengharuskan berbagai lembaga, termasuk kementerian, TNI, Polri, dan pemerintah daerah, untuk meninjau kembali pengeluaran mereka.
Meskipun program makan siang gratis bertujuan mengatasi persoalan sosial dan ekonomi, pemangkasan anggaran di sektor lain, terutama pendidikan, menimbulkan kekhawatiran serius. Pemotongan anggaran pendidikan sebesar Rp 22 triliun, baik untuk pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi, berpotensi menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam perspektif Paulo Freire, pendidikan adalah alat untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan dan kemiskinan, sehingga mereka dapat menciptakan perubahan sosial yang nyata. Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga sarana untuk membentuk generasi yang kritis dan mampu memahami serta mengubah realitas sosialnya. Sementara itu, Ali Syariati, seorang pemikir muslim asal Iran, pernah menyatakan bahwa kemiskinan sejati bukanlah sekadar kekurangan makanan, melainkan kekurangan pemikiran (bertafakkur). Dengan kata lain, persoalan kemiskinan tidak hanya dapat diselesaikan dengan bantuan pangan, tetapi juga dengan meningkatkan kemampuan berpikir dan keterampilan masyarakat.
Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2045, di mana jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Momentum ini harus dimanfaatkan dengan memastikan generasi muda mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Jika anggaran pendidikan dikurangi secara signifikan, bagaimana Indonesia dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif?
Oleh karena itu, meskipun program makan siang gratis memiliki manfaat sosial, kebijakan ini seharusnya tidak mengorbankan sektor pendidikan. Pemerintah perlu mencari keseimbangan antara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memastikan bahwa investasi dalam pendidikan tetap menjadi prioritas utama.
Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan masyarakat yang mandiri dan mampu keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan, bukan hanya dalam jangka pendek, tetapi juga untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Editor : Danny Manu
Artikel Terkait