Dugaan perbuatan bejat ini, ungkap Mbau, kemudian diketahui oleh pelapor. Setelah selesai menjalankan tugas sebagai vikaris, pelaku kemudian pindah ke Kupang. Pihak Sinode lantas memberitahukan kepada Pendeta Gereja soal perbuatan tercela tersebut.
Kemudian, Pendeta Gereja bersama pelapor mencari tahu ke para korban tentang dugaan perbuatan vikaris itu.
Ternyata benar bahwa telah terjadi persetubuhan yang dilakukan pelaku, sehingga masalah ini pun dilaporkan ke SPKT Polres Alor.
Menurut Mbau, atas laporan tersebut, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan menerima Laporan Polisi nomor : LP-B/ 277/IX / 2022/SPKT/PA/ NTT, tanggal 01 September 2022. Selanjutnya membuat permintaan visum dan mengantarkan ke RSUD Kalabahi. Kemudian Kasus ini langsung di tangani oleh unit PPA, dan setelah itu para korban dipulangkan setelah dilakukan visum.
Dalam kasus ini, tambah Mbau, ada juga sejumlah catatan, yakni korban diduga masih bertambah, dan masih didalami.
Mereka diduga mengalami pencabulan dan pelecehan. Para korban mengaku dipeluk pelaku di bagian perut, dan mendapat chatting yang disertai dengan kiriman foto telanjang.
"Terlapor saat ini berada di kupang sesuai alamat terlapor, dan modus dari kasus ini yakni terlapor melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut, dan juga ada dugaan terlapor memvideokan saat melakukan persetubuhan terhadap para korban, sehingga mengancam untuk menyebarkan jika para korban tidak bersetubuh dgan terlapor," tandas Mbau.
Kasus ini, tegas Mbau, diproses dengan Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76 huruf d UU no. 17 tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. Dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang. Ancaman pidana hukuman mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.***
Editor : Danny Manu
Artikel Terkait